Dalam kehidupan sehari-hari, nikmat sering kali dikaitkan dengan cinta dan ridha Allah. Namun, bagaimana jika nikmat justru merupakan bentuk murka dan azab? Istidraj adalah istilah dalam Islam yang mengacu pada keadaan ketika seseorang terus diberi kenikmatan oleh Allah Swt. padahal ia terus-menerus berada dalam kemaksiatan, hingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kehancuran tanpa sadar.
Analogi yang menarik untuk menggambarkan fenomena ini adalah:
Kucing diberi makan karena disayang, sementara tikus diberi makan karena dibenci.
Tikus yang tidak mengetahui bahwa makanannya adalah umpan jebakan, mencerminkan hamba yang tidak menyadari bahwa kenikmatan yang ia terima adalah bentuk istidraj dari Allah Swt.
Konsep Istidraj dalam Al-Qur’an
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 182:
“وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ”
“Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dari arah yang tidak mereka ketahui.”
Imam Sufyan Al-Tsauri menafsirkan ayat ini dengan kalimat:
“كلما أخطؤوا خطيئة أنعمنا عليهم نعمة وأنسيناهم الاستغفار”
“Setiap mereka berbuat dosa, Kami tambahkan nikmat kepada mereka, dan Kami buat mereka lupa untuk beristighfar.”
Ini menunjukkan bahwa istidraj bukan hanya tentang keterlenaan terhadap nikmat, tetapi juga hilangnya kesadaran untuk kembali kepada Allah (taubat dan istighfar).
Ciri-Ciri Istidraj
Beberapa ciri kondisi istidraj yang dapat dikenali, antara lain:
- Bertambahnya nikmat duniawi meskipun bergelimang maksiat.
- Hilangnya rasa bersalah atau gelisah setelah melakukan dosa.
- Minimnya introspeksi dan istighfar.
- Merasa segala urusan dunia lancar tanpa hambatan, padahal jauh dari Allah.
Dalam keadaan seperti ini, Allah tidak lagi “mengingatkan” hamba-Nya dengan musibah atau kegelisahan, yang sejatinya merupakan bentuk kasih sayang agar sang hamba kembali kepada-Nya.
Bahaya Tertipu oleh Nikmat
Fenomena ini sering terjadi dalam kehidupan modern, di mana keberhasilan, kekayaan, dan kenyamanan dunia sering dianggap sebagai pertanda keberkahan. Padahal, tidak jarang semua itu hanyalah ujian atau bahkan istidraj. Kita perlu waspada jangan-jangan kita ibarat tikus: merasa senang dengan “pemberian”, tanpa tahu bahwa itu adalah jalan menuju celaka.
Seperti dikatakan ulama:
“Maksiat itu seperti racun, dan taubat adalah penawarnya. Tapi jangan mentang-mentang ada penawarnya, kita sengaja minum racun.”
Urgensi Muhasabah dan Taubat
Allah Swt. masih memberikan kesempatan kepada setiap hamba untuk kembali, selama nyawa belum sampai di tenggorokan. Oleh karena itu, kita harus terus menjaga kesadaran spiritual melalui muhasabah, istighfar, dan taubat yang tulus. Jangan sampai kita tertipu oleh nikmat dunia yang sebenarnya adalah jerat istidraj.
“Jika kamu sedang bermaksiat dan hidupmu terasa nyaman, waspadalah. Bisa jadi kamu sedang dijauhkan dari Allah tanpa kamu sadari.”
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an al-Karim
- Tafsir Ibn Katsir
- Tafsir Al-Thabari
- Kitab Zuhud karya Imam Sufyan Al-Tsauri
- Nashihatul Ibad, Imam Nawawi
- Kajian Ulama: Ust. Salim A. Fillah, Ust. Adi Hidayat, Ust. Hanan Attaki





Comment