Refleksi Maulid Nabi Muhammad SAW

لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

“Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keselamatan bagimu, penuh kasih sayang terhadap orang-orang beriman.” (QS. At-Taubah: 128)

Setiap detak jantung dan helaan napas adalah momen untuk merenungi: mengapa kita harus mencintai Rasulullah SAW? Di tengah euforia Maulid, penting bagi kita untuk kembali pada esensi: cinta kepada Nabi bukanlah simbolik—ia adalah fondasi keimanan.

1. Cinta yang Diperintahkan Allah

Dari sisi teologis, mencintai Rasulullah adalah perintah langsung dari Allah, bukan sekadar pilihan. Dalam QS. At-Taubah ayat 24, Allah menegaskan bahwa cinta kepada Rasul harus melebihi cinta kepada siapa pun. Rasulullah pun bersabda,
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga aku lebih ia cintai daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia.” (HR. Muslim)

Cinta kepada Rasul adalah syarat keimanan. Bukan sekadar emosi, melainkan bukti nyata dalam sikap dan prioritas hidup.

2. Teladan Mulia yang Layak Dicintai

Secara etika, Rasulullah adalah sosok yang paling layak dicintai.

  • Allah dan para malaikat bershalawat kepadanya.
  • Namanya tercatat dalam kitab-kitab suci sebelumnya.
  • Akhlaknya adalah Al-Qur’an yang hidup.
  • Ia adalah rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam.

Mencintai Rasulullah berarti mengakui kemuliaannya dan menjadikannya sebagai figur utama dalam kehidupan kita.

3. Cinta Beliau kepada Kita

Yang paling menyentuh, adalah cinta Rasulullah kepada umatnya.
Beliau bersabda:
“Aku sangat merindukan saudara-saudaraku.”
Saat para sahabat bertanya, beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah kita, yang beriman meski tak pernah bertemu dengannya.

Di akhir hayatnya, Rasul masih menyebut, “Ummatku, ummatku…”
Inilah cinta sejati—cinta yang melampaui ruang dan waktu. Maka, mencintainya adalah bentuk balasan atas cinta agung itu.

Penutup: Cinta yang Mengubah Hidup

Merayakan Maulid bukan sekadar seremonial. Cinta kepada Rasulullah harus menjadi kompas hidup:

  • Mengutamakan sunnahnya di atas hawa nafsu,
  • Menjadikan akhlaknya sebagai teladan,
  • Membela kehormatannya dengan lisan dan tindakan.

Karena pada akhirnya, cinta kepada Rasul adalah jalan menuju cinta Allah. Itulah makna sejati Maulid: membangkitkan kembali cinta yang mampu mengubah arah hidup menuju ridha-Nya.

Wallahu a’lam.

pendaftaran Sertifikasi Halal

Comment

pendaftaran Sertifikasi Halal