Nabi Shaleh AS diutus kepada kaum Tsamud, sebuah peradaban kuno yang mencapai kemakmuran dan kecanggihan arsitektur, berdiam di wilayah Al-Hijr (sekarang dikenal sebagai Mada’in Shaleh, Arab Saudi). Kisah kepemimpinan beliau adalah model kepemimpinan profetik yang didasarkan pada integritas moral, keberanian, komunikasi persuasif, dan keadilan sosial.
Integritas Moral dan Kredibilitas sebagai Fondasi Kepemimpinan
Kepemimpinan Nabi Shaleh AS berakar pada modal sosial dan kredibilitas pribadi yang telah terbangun jauh sebelum masa kenabiannya.
Modal Sosial yang Tinggi: Kaum Tsamud sendiri mengakui bahwa Nabi Shaleh adalah sosok yang sangat mereka harapkan untuk memimpin. Al-Qur’an merekam pengakuan ini:
قَالُوْا يٰصٰلِحُ قَدْ كُنْتَ فِيْنَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هٰذَآ اَتَنْهٰىنَآ اَنْ نَّعْبُدَ مَا يَعْبُدُ اٰبَاۤؤُنَا وَاِنَّنَا لَفِيْ شَكٍّ مِّمَّا تَدْعُوْنَآ اِلَيْهِ مُرِيْبٍ
“Hai Shaleh! Sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan (kepemimpinannya), mengapa kamu melarang kami menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? Sesungguhnya kami ragu dan khawatir terhadap apa yang kamu serukan kepada kami.” (QS. Hud: 62)
Implikasi Kepemimpinan: Ayat ini menyoroti bahwa integritas (al-amin) dan akhlak mulia adalah prasyarat universal bagi efektivitas kepemimpinan. Kepercayaan publik yang sudah ada menjadi landasan kuat ketika beliau memulai dakwahnya, meskipun kemudian kepercayaan tersebut tergerus oleh perbedaan ideologi.
Keberanian Moral dan Ketegasan Prinsip Tauhid
Nabi Shaleh AS menunjukkan keberanian moral yang teguh dalam menghadapi tekanan dari elit kekuasaan Kaum Tsamud.
Pesan Utama yang Jelas (Tauhid): Tanpa kompromi, beliau menyerukan inti dari misinya, yaitu tauhid:
…يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗۗ ..
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tiada Tuhan bagimu selain Dia.” (QS. Al-A‘raf: 73)
Menentang Kepentingan Elit: Keberanian beliau terlihat dari konsistensinya dalam menyampaikan kebenaran, menolak ajakan untuk kembali pada praktik politeisme, dan menantang status quo yang menguntungkan para pembesar. Dalam konteks kepemimpinan, ini adalah teladan untuk tidak goyah oleh kepentingan politik atau sosial demi menegakkan keadilan dan nilai-nilai fundamental.
Strategi Dakwah dan Kepemimpinan Komunikatif
Strategi kepemimpinan Nabi Shaleh sangat menekankan pada komunikasi empatik, rasional, dan persuasif, bukan pemaksaan.
Komunikasi Argumentatif: Beliau senantiasa berdialog, mengajak kaumnya untuk menggunakan akal, dan memberikan nasihat dengan penuh kasih sayang:
لَقَدْ اَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّيْ وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلٰكِنْ لَّا تُحِبُّوْنَ النّٰصِحِيْنَ …
“Aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.” (QS. Al-A‘raf: 79)
Peran sebagai Pemberi Nasihat: Pendekatan beliau adalah sebagai konsultan spiritual dan sosial yang menyampaikan amanah dengan bijaksana (hikmah), menunjukkan ciri kepemimpinan yang visioner dan berorientasi pada solusi melalui dialog.
Kepemimpinan Berbasis Mukjizat dan Keadilan Sosial
Mukjizat Unta Betina berfungsi sebagai titik uji kepemimpinan, keimanan, dan keadilan sosial bagi Kaum Tsamud.
Simbol Ujian Moral dan Keadilan: Unta ini adalah tanda kebesaran Allah ($āyah$) dan sekaligus penanda hak-hak sosial. Unta tersebut berhak atas air minum di sumur pada hari tertentu, sedangkan kaum Tsamud di hari yang lain. Ini adalah pelajaran tentang distribusi sumber daya yang adil dan toleransi.
هٰذِهٖ نَاقَةُ اللّٰهِ لَـكُمۡ اٰيَةً فَذَرُوۡهَا تَاۡكُلۡ فِىۡۤ اَرۡضِ اللّٰهِ وَلَا تَمَسُّوۡهَا بِسُوۡٓءٍ فَيَاۡخُذَكُمۡ عَذَابٌ اَ لِيۡمٌ …
“Inilah unta betina dari Allah sebagai mukjizat bagimu; biarkanlah ia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, nanti kamu akan ditimpa azab yang pedih.” (QS. Al-A‘raf: 73)
Kepemimpinan Melawan Pengrusakan: Nabi Shaleh AS juga berjuang melawan sifat kaumnya yang cenderung zalim dan merusak lingkungan serta tatanan sosial meskipun memiliki peradaban maju. Beliau menyerukan kepemimpinan berkelanjutan yang menjaga harmoni alam dan moralitas:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَاۗ …
“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.” (QS. Al-A‘raf: 85)
Kesabaran dan Ketahanan (Resilience) dalam Menghadapi Krisis
Meskipun menghadapi pembangkangan yang berakhir pada pembunuhan unta mukjizat, Nabi Shaleh AS menunjukkan kesabaran (sabr) dan ketahanan (resilience) sebagai pemimpin.
Memberikan Kesempatan Bertaubat: Setelah kejahatan terbesar kaumnya (membunuh unta), beliau tetap memberi tenggang waktu (masa grace period) selama tiga hari untuk bertaubat, meskipun azab telah ditetapkan:
تَمَتَّعُوْا فِيْ دَارِكُمْ ثَلٰثَةَ اَيَّامٍۗ ذٰلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوْبٍ
“Bersukarialah kamu di rumahmu selama tiga hari; itu bukan janji yang dusta.” (QS. Hud: 65)
Menjaga Amanah Hingga Akhir: Setelah azab menimpa kaum yang ingkar, beliau menunjukkan sikap berlepas diri dari keputusan mereka dan menegaskan bahwa beliau telah menunaikan amanah kenabian. Kepemimpinan beliau tetap utuh, fokus pada perlindungan kelompok kecil yang beriman.
فَتَوَلّٰى عَنْهُمْ وَقَالَ يٰقَوْمِ لَقَدْ اَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّيْ وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلٰكِنْ لَّا تُحِبُّوْنَ النّٰصِحِيْنَ
“Maka Shaleh berpaling dari mereka seraya berkata: ‘Wahai kaumku! Sungguh aku telah menyampaikan amanat Tuhanku kepadamu dan aku telah menasihati kamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.’” (QS. Al-A‘raf: 79)
Referensi
QS. Al-A‘raf (7): Ayat 73-79 (Detail mukjizat, seruan tauhid, dan nasib kaum).
QS. Hud (11): Ayat 61-68 (Detail harapan kaum terhadap kepemimpinan beliau sebelum kenabian, dan tenggang waktu azab).
QS. Asy-Syu‘ara (26): Ayat 141-159 (Fokus pada dialog dan ancaman kaum).
QS. An-Naml (27): Ayat 45-53 (Fokus pada konspirasi para pembesar dan pembalasan atas kerusakan).
Al-Maududi, Abul A’la. Tafsir Tafhim al-Qur’an. (Karya tafsir yang menekankan pada konteks sosial dan implikasi hukum serta moralitas kisah para nabi).
Ibnu Katsir. Qashash al-Anbiya’ (Kisah Para Nabi). (Sumber klasik yang merinci narasi para nabi berdasarkan riwayat dan hadis).
Al-Thabari, Muhammad ibn Jarir. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi al-Qur’an (Tafsir al-Thabari). (Tafsir tertua yang memberikan dasar historis dan linguistik yang kuat untuk memahami kisah).
Qutb, Sayyid. Fi Zilal al-Qur’an. (Tafsir kontemporer yang menyoroti aspek pergerakan dan perjuangan dalam kisah-kisah kenabian, termasuk kepemimpinan profetik).





Comment