Kementerian Agama (Kemenag) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 24 Tahun 2024 pada Tanggal 8 Oktobr 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama (KUA). PMA baru ini menggantikan PMA Nomor 34 Tahun 2016 dan membawa perubahan mendasar dalam penguatan fungsi dan peran KUA sebagai pusat layanan keagamaan di Indonesia. KUA tidak hanya bertugas mencatat pernikahan, tetapi kini juga memiliki tanggung jawab dalam peningkatan kualitas kehidupan umat beragama dan ketahanan nasional.
Kasubdit Bina Kelembagaan KUA, Wildan Hasan Syadzili, dalam acara Konsolidasi Nasional KUA Kompatibel, Inklusif, dan Agile di Jakarta, Kamis (17/10/2024), menyatakan bahwa regulasi baru ini merupakan langkah revolusioner. “Perubahan PMA ini bukti nyata negara dalam memberikan layanan langsung kepada masyarakat. KUA juga akan berperan dalam penguatan ketahanan keluarga dan komitmen kebangsaan,” ungkapnya.
Perluasan Layanan Keagamaan dan Lintas Satuan Kerja
Salah satu aspek terpenting dari PMA 24 Tahun 2024 adalah perluasan cakupan layanan KUA. Selain pelayanan pencatatan pernikahan dan bimbingan masyarakat Islam, KUA kini dapat berfungsi di bawah penugasan Menteri Agama untuk memberikan layanan lintas agama dan lintas satuan kerja. KUA bahkan dapat mendukung layanan di bidang pendidikan Islam, penyelenggaraan haji dan umrah, serta layanan bagi Bimas Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
“KUA bisa menyelenggarakan fungsi lintas agama berdasarkan instruksi dari Menteri Agama. Ini akan memperluas cakupan layanan KUA di masyarakat,” tambah Wildan.
Selain itu, KUA juga akan berperan dalam menjaga ketahanan ekonomi umat melalui program pemberdayaan ekonomi, serta mendukung ketahanan masyarakat melalui sistem peringatan dini. Wildan menekankan pentingnya KUA dalam mendorong moderasi beragama dan kerukunan umat. “Ketika kondisi nasional kondusif, ketahanan nasional pun makin kuat,” ujar Wildan.
Penghapusan Redaksi Kecamatan
Salah satu perubahan signifikan dalam PMA 2024 adalah penghapusan kata “kecamatan” dari nama KUA. Tujuannya untuk menciptakan layanan tanpa batas wilayah administratif. Langkah ini diambil untuk mengakomodasi 1.300 kecamatan di Indonesia yang belum memiliki KUA, sehingga masyarakat dapat mengakses layanan KUA di mana pun tanpa batasan wilayah.
“Layanan seperti pencatatan nikah dan wakaf memang tetap membutuhkan pembatasan wilayah, tetapi untuk layanan lainnya, masyarakat bisa mengakses di KUA mana saja. Bahkan, beberapa layanan akan disediakan secara digital atau melalui mobile services,” jelas Wildan.
Tantangan dan Pemberdayaan SDM
Di tengah perubahan ini, tantangan besar bagi KUA adalah pemberdayaan sumber daya manusia (SDM), terutama kepala KUA, penghulu, dan penyuluh agama. Menurut Wildan, setiap penyuluh agama akan melayani sesuai dengan agamanya, sehingga pelayanan yang diberikan lebih tepat sasaran.
“Tidak ada penyuluh agama Islam yang melayani umat Kristen, misalnya. Setiap layanan akan diberikan oleh penyuluh yang sesuai dengan agamanya masing-masing,” jelasnya.
Wildan berharap transformasi yang diusung PMA ini dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, terutama di wilayah-wilayah terpencil yang selama ini sulit dijangkau. “Ini adalah awal dari era baru bagi KUA, dan kami berharap masyarakat dapat merasakan langsung dampak positif dari perubahan ini,” tutup Wildan. (Fn/Mr) (Sumber: Kemenag.go.id/ 17/10/25)