Dari Iman Lahir Cinta Tanah Air: Meneladani Semangat Santri dan Resolusi Jihad

Gambar ilustrasi

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, ada dua konsep yang sangat fundamental dalam membentuk semangat kebangsaan umat Islam, yakni Hubbul Watan Minal Iman (Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman) dan Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1945. Keduanya bukan hanya semboyan atau slogan semata, melainkan fondasi spiritual dan moral yang melahirkan gerakan perjuangan kemerdekaan dan pembelaan terhadap kedaulatan bangsa.

Hubbul Watan Minal Iman

Ungkapan Hubbul Watan Minal Iman tidak secara eksplisit terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadis, tetapi maknanya sejalan dengan ajaran Islam tentang cinta, tanggung jawab, dan pengabdian terhadap tanah air sebagai amanah Allah SWT.

KH. Hasyim Asy’ari menafsirkan konsep ini sebagai bentuk iman yang nyata dalam tindakan, bukan sekadar perasaan. Mencintai tanah air berarti menjaga keamanan, menghormati sesama warga, menjaga persatuan, dan berjuang untuk kesejahteraan bangsa.

Dalam pandangan beliau, nasionalisme bukan bertentangan dengan agama, melainkan merupakan manifestasi keimanan. Seorang mukmin sejati akan mencintai tempat di mana ia dilahirkan, dibesarkan, dan diberi kesempatan untuk beribadah dan beramal saleh.

Para santri kemudian menjadi pelaku utama dalam penyebaran nilai ini. Di pesantren, mereka diajarkan bahwa cinta tanah air tidak bisa dipisahkan dari pengabdian kepada agama. Mereka belajar menyeimbangkan kehidupan spiritual dan tanggung jawab sosial, menjadi garda moral bangsa yang siap berjuang demi kemaslahatan umat dan negara.

Resolusi Jihad: Titik Balik Sejarah Perjuangan Bangsa

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, situasi Indonesia masih genting. Pasukan Sekutu dan Belanda (NICA) berusaha kembali menguasai Nusantara. Dalam konteks inilah KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, melalui rapat besar para ulama di Surabaya.

Isi utama Resolusi Jihad adalah seruan kewajiban berjihad bagi setiap Muslim untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah. KH. Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa:

“Berperang melawan penjajah yang ingin kembali berkuasa atas tanah air Indonesia hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap Muslim yang berada dalam jarak 94 km dari tempat kedatangan musuh.”

Seruan ini membakar semangat rakyat, khususnya di Jawa Timur. Ribuan santri, kiai, dan masyarakat berbondong-bondong angkat senjata, yang kemudian berpuncak pada Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya — salah satu peristiwa paling heroik dalam sejarah Indonesia.

Dengan demikian, Resolusi Jihad bukan hanya fatwa keagamaan, tetapi juga manifesto nasionalisme religius yang menegaskan bahwa membela negara sama artinya dengan membela agama. Inilah titik temu antara iman dan nasionalisme yang menjadi ciri khas perjuangan umat Islam Indonesia.

Warisan Santri: Spirit Perjuangan dan Kebangsaan

Baik Hubbul Watan Minal Iman maupun Resolusi Jihad telah melahirkan identitas santri sebagai pejuang iman dan bangsa. Para santri tidak hanya berjuang di medan tempur, tetapi juga di bidang pendidikan, sosial, dan politik. Mereka menanamkan nilai-nilai:

  • Keikhlasan dalam berjuang demi kemaslahatan umat.
  • Kedisiplinan dan kepatuhan terhadap guru (kiai) sebagai bentuk adab.
  • Kesederhanaan dan kemandirian, cermin jiwa yang kuat dan tahan ujian.
  • Kecintaan pada tanah air, yang berakar dari pemahaman iman dan syariat.

Warisan spiritual dan intelektual ini terus hidup hingga kini. Pemerintah Republik Indonesia kemudian menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (melalui Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2015) untuk mengenang peran besar santri dan ulama dalam mempertahankan kemerdekaan serta menegakkan nilai-nilai kebangsaan.

Relevansi di Era Modern

Di masa kini, semangat Hubbul Watan Minal Iman dan Resolusi Jihad dapat diterjemahkan dalam konteks yang lebih luas bukan lagi melalui peperangan fisik, tetapi dengan jihad intelektual, moral, dan sosial.

Santri dan generasi muda dituntut untuk:

  • Berperan aktif dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur.
  • Menangkal radikalisme, disinformasi, dan perpecahan bangsa.
  • Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bentuk jihad modern.
  • Menjaga moralitas publik, integritas, dan persatuan bangsa.

Dengan menghidupkan semangat ini, generasi muda dapat terus melanjutkan perjuangan KH. Hasyim Asy’ari dan para santri terdahulu: menjadikan cinta tanah air sebagai bagian dari iman, dan menjadikan jihad sebagai kerja nyata demi kejayaan bangsa dan agama.

Referensi

Asy’ari, K.H. Hasyim. (1945). Resolusi Jihad: Seruan Perjuangan Umat Islam.

Nasution, H. (1999). Perjuangan Santri Dalam Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.

Fatoni, M. (2015). Konsep Hubbul Watan Minal Iman dalam Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 12(1), 45–60.

Daldiri, M. (2020). Santri dan Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Qur’an, Surah Al-Hujurat ayat 13; Al-Baqarah ayat 195.

pendaftaran Sertifikasi Halal

Comment