Gelombang santri, masyayikh, dan para pecinta kitab kuning bersiap untuk berkumpul di Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan. Dalam nuansa tradisi yang kental, Pondok As’adiyah menjadi tuan rumah Musabaqah Qira’atil Kutub Internasional yang pertama, acara sudah berlangsung daritanggal 1-7 Oktober 2025. Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Agama bersama panitia lokal dan dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai provinsi serta negara-negara lain.
Perhelatan ini diharapkan dapat menjadi titik tolak bagi kebangkitan tradisi keilmuan Islam Nusantara, yang akan kembali bergema dari Sengkang ke pentas Dunia.
Tradisi Kitab Kuning: Identitas dan Modal Budaya
Bagi sebagian orang, lomba membaca dan mengkaji kitab kuning mungkin dianggap “tradisional”. Namun, di balik lembaran syarah dan hasyiyah, MQKI membawa pesan yang lebih modern, yakni Indonesia siap untuk menampilkan modal budaya dan intelektualnya kepada dunia. Kementerian Agama layak mendapatkan penghargaan, tidak hanya karena kemampuan mereka dalam merencanakan logistik acara internasional yang kompleks, tetapi juga karena kedalaman visi mereka dalam memahami perkembangan zaman.
Reputasi keilmuan Nusantara perlu diperkuat kembali di tengah persaingan ide global, melalui seleksi yang berjenjang dan kurasi materi yang ketat. Tradisi kitab kuning di Indonesia merupakan identitas sekaligus dasar yang kokoh dari ekosistem keilmuan pesantren. Penelitian berbagai ahli Barat juga mengakui kedalaman tradisi ini. Martin van Bruinessen, misalnya, menggambarkan jaringan pesantren di Jawa, Madura, dan Sumatra sebagai sarana pembentukan otoritas keagamaan dan transmisi ilmu lintas generasi. Kitab kuning berfungsi sebagai alat sosial yang melahirkan ulama dan tradisi intelektual khas Nusantara.
Diplomasi Budaya Melalui Pendidikan Islam Nusantara
Warisan keilmuan Nusantara tersimpan dalam ingatan pesantren dan telah terdokumentasi secara internasional. Annabel Teh Gallop, seorang kurator di British Library, sering menunjukkan naskah-naskah Islam Asia Tenggara sebagai bukti hidup dari tradisi penyalinan, penafsiran, dan seni kaligrafi di kawasan ini. Dengan latar belakang sejarah yang kuat, MQKI di Sengkang lebih dari sekadar ajang kompetisi; ini adalah pernyataan budaya bahwa Indonesia merupakan produsen pengetahuan dengan tradisi keilmuan yang panjang dan mendalam.
Momentum ini sangat strategis untuk masa depan Islam di Indonesia, menciptakan ulama-intelektual muda yang literat, moderat, dan terbuka. Para peserta MQKI tidak hanya dituntut untuk membaca atau menghafal teks, tetapi juga untuk menafsirkan dan membela argumen keagamaan dengan cara yang rasional dan sopan. Hal ini membuka jalan bagi regenerasi ulama dengan semangat keilmuan baru yang tetap berakar pada tradisi.
Arah Masa Depan dan Tindakan Nyata
Sebagai langkah awal untuk standardisasi mutu keilmuan pesantren, MQKI mendorong lembaga-lembaga keagamaan untuk memperbaharui kurikulum dan metodologi agar selaras dengan praktik akademik global. Selain itu, MQKI berperan sebagai diplomasi budaya yang menunjukkan Indonesia sebagai ruang ilmiah yang inklusif. Namun, efektivitas MQKI tidak seharusnya berhenti pada euforia seremonial. Digitalisasi naskah dan kitab merupakan langkah penting agar pengetahuan klasik dapat diakses lebih luas. Penguatan bahasa Arab akademik bagi santri juga akan membuka peluang untuk publikasi internasional. Program beasiswa pascasarjana yang berfokus pada Islam Nusantara akan memastikan keberlanjutan dalam bidang keilmuan serta memperluas jaringan riset global.
Obor Keilmuan Nusantara: Tanggung Jawab Generasi Muda
Peran negara dalam menjalankan langkah-langkah tersebut sangatlah krusial. Jika dilakukan secara konsisten, Indonesia berpotensi menjadi acuan keilmuan Islam di tingkat global melalui produktivitas pengetahuan yang konkret dan diakui. MQKI di Sengkang adalah undangan untuk kembali ke teks tanpa mengabaikan konteks, sekaligus panggilan untuk menjaga akal budi dan menumbuhkan adab ilmiah.
Sejarah mencatat bahwa jaringan ulama Nusantara pernah tersebar di berbagai wilayah. Kini, tanggung jawab ada di tangan generasi muda untuk menghidupkan kembali obor tersebut dengan semangat baru. Selamat berlomba, para qurra’ al-kutub. Di tangan kalian, halaman-halaman kuning akan kembali berwarna hijau, menyegarkan, dan membawa kesejukan dalam wacana Islam global dari Sengkang menuju dunia.

Comment