Nabi Nuh a.s. adalah nabi ketiga setelah Nabi Adam, Nabi Syith, dan Nabi Idris, serta merupakan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayah beliau bernama Lamik bin Metusyalih bin Idris.
Setelah wafatnya Nabi Adam, manusia mulai melupakan wasiat dan ajarannya. Mereka kembali mengulangi kesalahan yang sama, yakni melupakan perintah Allah.
Di kalangan kaum Nuh, pernah hidup lima orang saleh: Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Setelah wafat, masyarakat membuat patung untuk mengenang mereka. Lama-kelamaan, patung itu disembah sebagai berhala, disertai dongeng dan khurafat yang menyesatkan akal manusia.
Dakwah Nabi Nuh
Dalam situasi inilah Allah SWT mengutus Nabi Nuh a.s. Beliau menyeru kaumnya:
“Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (QS. Al-Mu’minun: 23).
Nuh menjelaskan bahwa hanya Allah yang patut disembah, bukan berhala buatan tangan manusia. Beliau mengingatkan nikmat Allah berupa penciptaan manusia, rezeki, akal, serta alam semesta: langit, bumi, tumbuhan, air, siang dan malam. Semua itu menjadi tanda keesaan Allah.
Beliau juga memberi kabar gembira dan peringatan: surga bagi yang beramal saleh, neraka bagi yang durhaka.
Nabi Nuh berdakwah dengan sabar, kadang lembut, kadang tegas, menghadapi kaumnya yang keras kepala. Namun, hanya sedikit yang beriman sekitar seratus orang, mayoritas dari kalangan miskin. Para pembesar menolak dengan sombong, bahkan mengejek beliau:
“Engkau hanyalah manusia biasa. Seandainya benar Allah mengutus rasul, pastilah malaikat, bukan engkau.”
Mereka merendahkan pengikut Nabi Nuh yang miskin dan menuntut agar mereka disingkirkan. Nabi Nuh menolak tegas: risalah Allah berlaku untuk semua, tanpa memandang kaya atau miskin.
Penolakan Kaum Nuh
Selama 950 tahun, Nabi Nuh berdakwah siang malam, terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Namun kaumnya tetap ingkar. Hingga akhirnya Allah menurunkan wahyu:
“Tidak akan ada lagi yang beriman dari kaummu selain yang telah beriman sebelumnya, maka janganlah engkau bersedih atas apa yang mereka lakukan.”
Nabi Nuh pun berdoa:
“Ya Allah, jangan biarkan seorang pun dari orang kafir itu hidup di bumi, karena mereka hanya akan menyesatkan hamba-hamba-Mu.”
Perintah Membangun Kapal
Allah memerintahkan Nabi Nuh membuat kapal besar. Bersama para pengikutnya, beliau bekerja keras membangunnya. Kaum kafir terus mengejek:
“Sejak kapan engkau menjadi tukang kayu, wahai Nuh? Untuk apa kapal di daratan ini?”
Nabi Nuh menjawab: “Tunggulah saatnya, kelak kamu akan tahu untuk apa kapal ini dibuat.”
Setelah selesai, Allah memerintahkan Nabi Nuh membawa keluarga, para pengikut, dan sepasang dari setiap makhluk ke dalam kapal.
Banjir Besar
Kemudian turunlah hujan lebat dari langit dan air memancar deras dari bumi. Terjadilah banjir besar yang menenggelamkan daratan hingga puncak gunung.
Kapal Nabi Nuh berlayar dengan izin Allah, sementara kaum kafir bergelut melawan ombak hingga binasa.
Saat itu, Nabi Nuh melihat putranya, Kan’an, hanyut. Dengan kasih sayang seorang ayah, beliau memanggilnya naik ke kapal. Namun Kan’an menolak dengan sombong, memilih berlindung ke gunung. Nabi Nuh memperingatkan bahwa tidak ada yang selamat dari azab Allah kecuali yang dirahmati-Nya. Akhirnya, Kan’an pun tenggelam bersama kaum kafir.
Nabi Nuh sedih, lalu berdoa kepada Allah. Namun Allah menegurnya: “Sesungguhnya dia bukan keluargamu, karena ia menolak iman.” Nabi Nuh segera bertaubat dan memohon ampun.
Setelah kaum kafir binasa, banjir surut, dan kapal Nabi Nuh berlabuh di Gunung Judi. Allah berfirman: “Turunlah dengan selamat engkau dan para mukmin yang bersamamu, dilimpahi keberkahan dari-Ku.”
Zaman Antediluvian
Zaman sebelum banjir besar disebut Antediluvian. Menurut riwayat:
- Usia manusia bisa mencapai 700–950 tahun.
- Populasi sangat besar, hingga ratusan juta jiwa.
- Hujan belum ada, bumi hanya mendapat air dari embun.
- Riwayat Injil menyebut adanya makhluk aneh seperti Nephilim (manusia raksasa atau bersayap). Semuanya musnah ditelan banjir, kecuali makhluk yang dibawa ke kapal.
Kisah Nabi Nuh dalam Al-Qur’an
Kisah Nabi Nuh disebutkan dalam 43 ayat di 28 surah, di antaranya:
- Surah Nuh (1–28)
- Surah Hud (27–48)
Pengajaran dari Kisah Nabi Nuh
- Ikatan iman lebih kuat dari ikatan darah. Kan’an, meski anak kandung Nabi Nuh, tidak dianggap keluarga karena kafir.
- Kesabaran dalam berdakwah. Nabi Nuh menyeru kaumnya selama 950 tahun dengan penuh ketabahan.
- Keadilan Allah. Kekuasaan, harta, atau keturunan tidak dapat menyelamatkan seseorang dari azab jika ia kufur.
- Kesetaraan di hadapan agama. Tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, semua sama di hadapan Allah.
Allah SWT. maha benar dengan segala firmanNya

Comment