Santri Tak Pernah Padam: Menjaga Nyala Perjuangan dari 1945 hingga 2025

Tanggal 22 Oktober 1945 bukan sekadar catatan sejarah; ia adalah nyala api yang membakar semangat para santri, ulama, dan pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada hari tersebut, lahirlah Resolusi Jihad yang dipelopori oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dari Nahdlatul Ulama. Seruan tersebut menggema ke seluruh pelosok tanah air: “Berjuang mempertahankan kemerdekaan adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim.”

Seruan ini bukan hanya sekadar kata-kata; melainkan panggilan jiwa yang menyalakan keberanian santri untuk turun ke medan laga. Mereka bukan prajurit terlatih, dan bukan pula tentara bersenjata lengkap tetapi mereka memiliki keyakinan, cinta tanah air, dan tekad yang tak tergoyahkan. Dari pesantren-pesantren di Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga seluruh Nusantara, para santri berangkat membawa bambu runcing, do’a, dan tekad suci: merdeka atau mati syahid.

Santri dalam Arus Zaman: Dari Revolusi ke Pembangunan
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan santri tidak berhenti. Mereka bertransisi dari medan perang fisik menuju perjuangan pembangunan bangsa. Santri menjadi guru, pendakwah, petani, cendekiawan, birokrat, dan pemimpin masyarakat. Jiwa jihad mereka bertransformasi menjadi semangat membangun peradaban.

Pesantren tumbuh menjadi pusat pendidikan yang mencetak manusia berakhlak mulia dan berjiwa nasionalis. Nilai-nilai ikhlas, tawadhu, disiplin, kemandirian, dan cinta tanah air menjadi fondasi kuat dalam membentuk karakter bangsa. Dalam perjalanan panjang itu, santri membuktikan bahwa mereka bukan hanya penjaga agama, tetapi juga penjaga kebangsaan. Dari masa ke masa, peran santri terus beradaptasi dengan perubahan zaman, tanpa kehilangan jati diri sebagai penegak nilai dan moral bangsa.

Santri di Era Modern: Teknologi, Tantangan, dan Harapan
Memasuki era modern—terutama menjelang dan setelah abad ke-21—santri menghadapi tantangan baru. Dunia digital membawa perubahan besar dalam pola pikir, perilaku, dan cara berinteraksi manusia. Tantangan kini bukan lagi penjajahan fisik, melainkan penjajahan budaya, moral, dan informasi.

Di tengah derasnya arus globalisasi, santri masa kini dituntut untuk berjihad dengan ilmu dan akhlak. Jihad mereka bukan lagi di medan perang, melainkan di ruang-ruang pendidikan, teknologi, media sosial, dan ekonomi kreatif. Santri harus melek digital, cakap dalam ilmu pengetahuan, tetapi tetap kokoh dalam nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.

Pesantren kini tidak lagi tertutup. Ia telah berubah menjadi pusat inovasi, riset, dan pemberdayaan masyarakat. Santri belajar sains, teknologi, bahasa asing, bahkan kewirausahaan, semua dilakukan tanpa kehilangan ruh keikhlasan dan keberkahan ilmu.

Refleksi untuk Generasi Santri Masa Kini
Tahun 2025 menjadi momentum penting untuk refleksi: Apakah kita, generasi santri hari ini, masih menjaga api perjuangan yang dinyalakan para pendahulu? Perjuangan santri 1945 adalah tentang keberanian, keikhlasan, dan tanggung jawab. Saat ini, perjuangan itu telah berubah bentuk bukan lagi melawan penjajah bersenjata, melainkan melawan kebodohan, kemiskinan, dan kemerosotan moral.
Generasi santri masa kini harus mewarisi perjuangan dengan cara:
– Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan niat ibadah.
– Menjaga akhlak dan etika dalam setiap langkah.
– Menyebarkan Islam rahmatan lil ‘alamin dengan santun dan bijaksana.
– Aktif dalam pembangunan bangsa dengan semangat hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman).

Santri tidak boleh puas hanya dengan gelar “pewaris ulama,” tetapi harus menjadi penggerak perubahan, pembawa cahaya di tengah kegelapan zaman, dan penjaga nilai di tengah arus modernisasi.

Perjuangan santri bukan hanya milik kalangan pesantren, tetapi milik seluruh bangsa Indonesia. Masyarakat umum perlu memahami bahwa kemerdekaan, kedamaian, dan kemajuan yang dinikmati saat ini lahir dari keringat, darah, dan doa para santri serta ulama.

Oleh karena itu, menghormati santri tidak hanya dilakukan melalui upacara seremonial setiap 22 Oktober, melainkan dengan mendukung pesantren serta meneladani nilai-nilai kejujuran, gotong royong, dan cinta tanah air yang mereka ajarkan.

Dari tahun 1945 hingga 2025, perjalanan santri adalah perjalanan panjang penuh pengorbanan, ilmu, dan doa. Api perjuangan yang dinyalakan oleh KH. Hasyim Asy’ari dan para ulama terdahulu tidak boleh padam. Ia harus dijaga, dirawat, dan diteruskan oleh setiap generasi.

Santri masa kini harus bangga menjadi bagian dari sejarah itu—bukan hanya sebagai pewaris, tetapi sebagai penjaga dan penerus perjuangan. Karena sejatinya, menjadi santri adalah menjadi pejuang sepanjang masa.

Referensi:
– Hasyim Asy’ari, KH. “Resolusi Jihad 22 Oktober 1945.”
– Risalah perjuangan santri dalam sejarah Indonesia.
– Buku-buku sejarah mengenai kontribusi santri dalam kemerdekaan dan pembangunan bangsa.
– Artikel dan penelitian tentang peran pesantren dalam era modern.

pendaftaran Sertifikasi Halal

Comment