Telaah Jejak Model Kepemimpinan Nabi Sulaiman AS: Visi, Inklusivitas, dan Keadilan Substantif

Gambar Ilustrasi

Kepemimpinan Nabi Sulaiman AS diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai simbol keadilan, kebijaksanaan, dan integritas yang berpijak pada wahyu Ilahi. Ia bukan hanya seorang raja dengan otoritas supranatural atas manusia, jin, dan hewan, tetapi juga seorang nabi yang menggunakan kekuasaannya untuk menegakkan hukum dan moralitas. Dalam konteks modern, kepemimpinan Nabi Sulaiman menjadi model ideal, terutama bagi generasi muda, untuk meneladani tiga pilar utama: visi berbasis ilmu, manajemen inklusif, dan keadilan substantif.

Kepemimpinan yang Berpijak pada Visi Ilahi

Kepemimpinan Nabi Sulaiman adalah kepemimpinan visioner, melihat kekuasaan sebagai sarana pelayanan dan pembangunan, bukan alat dominasi. Visi ini berakar kuat pada anugerah ilmu.

1. Anugerah Ilmu sebagai Pilar Kekuasaan

Ilmu dan kekuasaan yang dimiliki Nabi Sulaiman merupakan karunia dari Allah, yang menegaskan bahwa kepemimpinan sejati didasarkan pada ilmu (knowledge) dan hikmah (wisdom).

وَوَرِثَ سُلَيْمٰنُ دَاوٗدَ وَقَالَ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَّيْرِ وَاُوْتِيْنَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍۗ اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِيْنُ

“Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia (Sulaiman) berkata, “Wahai manusia, kami telah diajari (untuk memahami) bahasa burung dan kami dianugerahi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar karunia yang nyata.” (QS. an-Naml [27]: 16):

Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Sulaiman mengakui warisan kenabian dan ilmu yang dimilikinya. Ini berimplikasi bahwa setiap kebijakan dan tindakan kepemimpinan harus berlandaskan pada pengetahuan yang mendalam (ilm) dan pertimbangan yang bijak (hikmah).

2. Manajemen Inklusif dan Harmoni Universal

Nabi Sulaiman berhasil memimpin keragaman manusia, jin, dan burung dengan keteraturan yang sempurna. Ini adalah model manajemen inklusif yang melampaui batas-batas kemanusiaan.

وَحُشِرَ لِسُلَيْمٰنَ جُنُوْدُهٗ مِنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوْزَعُوْنَ

“Sulaiman dikumpulkanlah bala tentara dari (kalangan) jin, manusia, dan burung, lalu mereka diatur dengan tertib.” (QS. an-Naml [27]: 17):

Struktur kepemimpinan yang melibatkan berbagai elemen dari manusia hingga makhluk supranatural (jin) dan alam (burung) menunjukkan kemampuan Nabi Sulaiman untuk menciptakan harmoni di tengah pluralitas. Prinsip ini relevan dengan penerapan manajemen stakeholder dan musyawarah (syura) dalam pengambilan keputusan modern.

Keadilan Substantif: Hukum dengan Hikmah dan Empati

Keadilan yang ditegakkan Nabi Sulaiman tidak sekadar formalitas hukum, tetapi memiliki dimensi empati dan hikmah yang mendalam, mencerminkan keadilan substantif.

1. Keadilan Substantif dan Ujian Hati

Hikmah Nabi Sulaiman dalam pengadilan terlihat saat ia menyelesaikan perselisihan dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan empati.

فَفَهَّمْنٰهَا سُلَيْمٰنَۚ وَكُلًّا اٰتَيْنَا حُكْمًا وَّعِلْمًاۖ وَّسَخَّرْنَا مَعَ دَاوٗدَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَۗ وَكُنَّا فٰعِلِيْنَ

“Kami memberi pemahaman kepada Sulaiman (tentang keputusan yang lebih tepat). Kepada masing-masing (Daud dan Sulaiman) Kami memberi hikmah dan ilmu…” (QS. al-Anbiya’ [21]: 79):

Kisah perselisihan antara dua wanita yang memperebutkan anak (disebut dalam hadis dan tafsir, bukan ayat ini) menunjukkan bagaimana keputusan Nabi Sulaiman untuk “membelah” anak tersebut adalah ujian psikologis yang mengungkap niat ibu kandung yang sesungguhnya. Keadilan sejati harus melampaui teks hukum dan menyentuh ranah empati dan psikologi sosial.

Integritas di Tengah Kelimpahan

Nabi Sulaiman adalah model integritas karena ia diuji bukan oleh kekurangan, melainkan oleh kekayaan, kekuasaan, dan kelimpahan yang luar biasa.

وَوَهَبْنَا لِدَاوٗدَ سُلَيْمٰنَۗ نِعْمَ الْعَبْدُۗ اِنَّهٗٓ اَوَّابٌۗ

“Kami menganugerahkan kepada Daud (anak bernama) Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia sangat taat (kepada Allah).” (QS. Sad [38]: 30):

Pengakuan Allah SWT. bahwa Nabi Sulaiman adalah “sebaik-baik hamba” meskipun ia memiliki kekuasaan mutlak menunjukkan pentingnya menjaga integritas moral dan spiritual (sikap awwab, sangat taat dan kembali kepada Allah) baik dalam keadaan sulit maupun ketika berada di puncak kekuasaan dan kekayaan. Ini adalah fondasi etika anti-korupsi.

Refleksi Motivasi bagi Generasi Emas (Pahlawan Kontemporer)

Kepemimpinan Nabi Sulaiman AS memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk menjadi “Pahlawan Kontemporer” yang membangun bangsa dengan moralitas dan kompetensi tinggi.

Amanah Ilmu dan Tanggung Jawab Sosial: Setiap kesempatan dan ilmu yang dimiliki adalah amanah Ilahi yang harus dipertanggungjawabkan dan digunakan untuk pelayanan publik (kepada manusia, lingkungan, dan negara).

Prinsip Dialog dan Solusi Adil: Generasi muda harus melanjutkan prinsip dialog dan musyawarah yang inklusif untuk mencari solusi yang adil dalam masyarakat yang kompleks.

Integritas dan Anti-Korupsi: Semangat kepahlawanan modern adalah keberanian untuk melawan praktik korupsi dan menjaga integritas moral, meneladani Sulaiman yang teguh di tengah kelimpahan.

Referensi

Surah an-Naml (27): 16–19, 27:40–44 (tentang ilmu, manajemen, dan kisah Ratu Balqis).

Surah al-Anbiya’ (21): 79 (tentang hikmah dalam hukum).

Surah Sad (38): 30–35 (tentang integritas dan anugerah).

Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab al-Anbiya’, Hadis no. 3427 (tentang permintaan Sulaiman akan kerajaan yang tidak dimiliki siapapun setelahnya).

Ibn Kathir. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (Penjelasan komprehensif tentang ayat-ayat Sulaiman).

Al-Tabari. Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān (Analisis linguistik dan naratif kisah para nabi).

Al-Qurtubi. Al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān (Fokus pada aspek hukum/fiqih dari kisah nabi).

Fakhr al-Razi. Mafātīḥ al-Ghaib (Kajian filosofis dan teologis tentang keutamaan Sulaiman).

Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir al-Misbah (Pendekatan kontekstual dan relevansi modern).

Hamka. Tafsir al-Azhar (Pendekatan sosial-budaya dan pendidikan).

pendaftaran Sertifikasi Halal

Comment